Banyak pemikir meyakini bahwa sebuah bangsa
dan peradabannya yang besar
berdiri dan tegak diatas mimpi besar
kalangan minoritas.Saya pun demikian .
(Nasaruddin, 2012)
Benar, Pernyataan diatas menuai fakta di lapangan. Betapa tidak! Nabi Muhammad saw lahir bersama minoritas pemuda terpilih ditengah carut-marut mayoritas arab yang jahiliah itu. Namun mereka mampu menegakkan kebenaran dan sebuah peradaban besar sampai saat ini, kita dapat alami dan rasakan hasilnya. Itulah revolusi sang Nabi saw. Dan Revolusi sang nabi saw adalah Sebuah contoh revolusi yang mesti kita teladani.
Benarlah apa yang didengungkan oleh Bung Karno “saya hanya membutuhkan 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia ini”.
Tentu pemuda yang dimaksud bukan yang tak punya mimpi, atau yang punya mimpi namun mimpi semu. Tapi pemuda itu adalah mereka yang punya tekad dan mimpi besar serta mereka tersebut meyakini mimpinya akan mewujud menjadi sebuah kenyataan.
Apa tujuan saya menulis ini?
Saat menulis biografi ini, saya mungkin hanyalah saksi hidup tentang seorang tokoh. Yang mungkin saja, bias dari kenyataannya. Namun sejauh yang kusaksikan,kutangkap, kujiwai, dan kutafsirkan itu sangat penting, maka itulah yang saya titahkan dalam tulisan ini tentang “seorang sahabat” yang punya mimpi dan keyakinan akan menjadi kelompok yang melanjutkan visi perubahan untuk mengubah tatanan di Buton, pada khususnya. Sahabat itu bernama “Nasaruddin”. Biasa dipanggil, Nasar atau Koller.
Tujuan saya disini, jelas adalah menerangkan seterang-terangnya tokoh yang sederhana ini, namun memiliki tekad untuk mengubah negerinya (Buton) yang kini dihimpit kegelapan akan ketertindasan menuju tatanan yang cerah terang benderang. Dan saya percaya, dia (nasar)adalah salah satu apa yang dikatakan oleh Bung karno sebagai “sepuluh pemuda” diatas.
Saya adalah sahabatnya dekatnya. Dan sebagai sahabatnya, saya sangat menaruh perhatian padanya, terlebih ketika setahun yang lalu dia menyampaikan inisiatifnya mencalonkan diri sebagai Legislator Buton. Saat itu saya dan sahabat-sahabatnya “ harap-harap cemas”. Disatu sisi, itulah harapan saya, juga sahabat-sahabat yang akrab dengan wejangan pemikirannya. Kami tentu tidak ragu soal konsep dan strategi apa yang akan dia wujudkan kelak di DPRD Buton. Sebab bagi kami dia adalah tokoh seribu satu pengalaman. Terbukti, ia pernah memimpin dan memobilisasi massa untuk memperjuangkan keadilan masyarakat Konawe Selatan yang digusur area kiosnya, kasus sengketa tanah antara rakyat Banabungi dengan PT. SAKA, dan masih banyak lagi. Namun yang santer saat ini dan yang tak bisa dilupakan adalah Nasar mau mengorbankan waktu kuliahnya, untuk mau pulang ke Buton, atas undangan untuk mendengarkan aspirasi rakyat Mawasangka dan alhasil ia memimpin aksi demontrasi soal Pemekaran Buton Tengah agar mawasangka dijadikan Ibukota Kabupaten Buton Tengah.
Namun harapan rakyat Mawasangka dan sebagian pendukungnya harus kandas sementara dipersimpangan jalan.
Meski begitu, nasar adalah nasar. Dia adalah sosok yang antara perjuangan dan kesabaran senantiasa melekat dan menyala-nyala didirinya.
Saya teringat dalam beberapa kesempatan, saya pernah mencoba menanyakan padanya, apa sebenarnya sebab dari terhambatnya pemekaran Buton Tengah ? Dan siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?
Kurang lebih dia menjawab
“ Tidak adanya kesungguhan dari para birokrat kita untuk memperjuangkan pemekaran ini. Padahal birokrat Buton terpilih oleh karena cita-cita kolektif rakyatnya. Selain itu, para legislator kita(Buton) adalah orang yang paling berwewenang menjembatani aspirasi ini, namun sayang, para legislator kita nampaknya lebih senang menjembatani aspirasi parpolnya. Seringkali kita menemukan di Kantor DPRD buton kita, tak satu legislator pun yang hadir. Dengan berjibun alasan, alasan ini dan itu. Sehingga saya tidak heran, kalau penelitian baru-baru bahwa indeks kepercayaan publik terhadap parlemen/legislator dan eksekutif menurun drastis. Dengan kata lain, Rakyat sudah sangat sulit untuk percaya dengan Legislator dan eksekutornya. Jadi, mereka itu memang tidak sungguh-sungguh. Inilah sebabnya mengapa sampai kini pemekaran Buton Tengah tak kunjung diwujudkan(terlepas dari sebab eksternal lainnya). Namun, kita lah(yang sadar ini),kitalah yang sedang maupun yang telah mengenyam bangku intelektual, yang paling bertanggung jawab atas keadaan negeri kita(Buton). Kita sadar bahwa rakyat kita telah ditindas sebagaimana penindasan Fir’aun pada bangsa Yahudi. Jika kita mau, pasti kita bisa”
Saya hanya terdiam saat itu. Saking terkesimah mendengar jawabannya.
Selain, kami menaruh harapan padanya, kami juga disisi lain, sangat “Cemas”. Bukan cemas dengan dia(Nasar), Tapi cemas dengan oknum-oknum jahat yang akan menghambat tercapai dan terwujudnya cita-cita Nasaruddin untuk menjadi Penyambung Lidah Rakyat Buton. Saking cemas dan perhatiannya kami pada dia, sehingga kadang-kadang dia bilang “jangan lebay dinda”….hehehe
Menghancurkan Mitos Sosial
Banyak pihak mempercayai mitos sosial bahwa “kita takkan bisa mendapatkan kursi di parpol kalau kita tidak menggunakan uang”. Lucunya, mitos ini sudah terlanjur diyakini sebagai kebenaran, bahkan menjadi kebiasaan(jika tak ingin disebut “budaya”) oleh kebanyakan kita. Maka apa yang terjadi kemudian? Bukankah Korupsi, suap-menyuap, ketimpangan sosial dan lain-lain kian merajalela?
Disaat banyak calon-calon legislator berebut di kursi parpol, bahkan tak jarang money politik menjadi syarat non formalnya. Nasar membuktikan diri untuk menghancur mitos sosial itu, terbukti ia lolos dan mendapatkan kursi di parpol tanpa syarat uang dan tendensi buruk lainnya.
Sebenarnya Banyak hal yang ingin kudedahkan disini, namun nantilah waktu yang tepat. Terserah apa pendapatmu tentang sosok yang sudah terbiasa “menderita” ini. Namun dibalik itu semua, saya percaya bahwa dialah salah satu semangat apa yang didengungkan oleh Bung Karno “saya hanya membutuhkan 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia ini”. Termasuk mengguncang Buton dengan Perubahan.
Bagaimana dengan anda? ^_^
Tulisan ini adalah tanggapan atas tampilnya “NASARUDDIN” sebagai Caleg Kabupaten Buton Periode 2014-2019.