Pengantar:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar telah menetapkan 34 orang calon anggota Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) dari Daerah Pemilihan Kalbar yang siap bertarung memperebutkan kursi DPD RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta pada Pemilu 2014 mendatang. Salah satunya Maria Goreti SSos MSi. Siapakah dia? Apa kata mereka tentang Maria Goreti? Berikut ini kami sajikan pendapat H. Irman Gusman SE MBA, Ketua DPD RI tentang Maria Goreti yang disunting dari tulisan pengantar buku “Baktiku untuk Bangsa dan Negeri” terbitan Yayasan Sumangat Nusantara, DPD RI dan Penerbit Media Maxima (Cetakan Pertama: Mei 2013).
Konon perempuan adalah makhluk yang tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Kepercayaan ini dipunyai oleh banyak budaya dan bahkan agama-agama besar di dunia. Dalam sudut pandang humaniora pandangan ini seringkali direduksi menjadi alat legitimasi untuk mengalienasi perempuan dari peran-peran tertentu. Pandangan yang lebih feminis bahkan menyebutkan bahwa mitos-mitos dan julukan terhadap perempuan sengaja diciptakan untuk mendomestifikasi perempuan sehingga perempuan kehilangan hak-hak social politiknya. Dengan demikian, perempuan akan selalu menjadi terbelakang jika dibandingkan laki-laki.
Secara fakta historis, alienasi perempuan memang terjadi dimana-mana di seluruh dunia. Di Negara demokrasi besar seperti Amerika Serikat, misalnya, partisipasi perempuan dalam politik, terutama pemilihan umum, baru diakomodasi pada awal abad ke-20. Demikian juga dengan di Inggris misalnya, ketika mula-mula mereka yang mendapat gelar ksatria hamper selalu berjenis kelamin laki-laki. Bagaimana di Indonesia?
Dalam tataran tertentu, Indonesia bukanlah perkecualian dari fenomena alienasi perempuan. Pada masa lalu, konsep ‘konco wingking’ yang merupakan kata lain dari domestifikasi perempuan dimana perempuan hanya punya kewenangan otoritatif terbatas di sumur, kasur, dan dapur banyak dipunyai oleh entitas-entitas suku dan budaya di Indonesia. Namun sebenarnya, Indonesia juga tidak kekurangan sosok-sosok perempuan yang menonjol di ranah sosial, politik bahkan militer. Ada RA Kartini, HR Rasuna Said, Kristina Martha Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Laksamana Kumala Hayati dan sebagainya.
Dengan pengalaman sejarah yang member ruang bagi peran social politik perempuan, tidak heran jika dalam konteks modern Indonesia bisa segera mentransformasikan system sosialnya menjadi lebih berpihak pada perempuan meskipun menghadapi banyak hambatan. Indonesia adalah Negara yang relative akrab dan ramah bagi upaya-upaya peningkatan peran social politik perempuan. Kebijakan afirmasi perwakilan politik 30% bagi perempuan adalah salah satu contohnya meskipun belum berhasil dilaksanakan.
Salah satu perempuan yang kemudian menonjol perannya di tingkat daerah dan tingkat nasional adalah senator RI dari Kalbar Maria Goreti yang bukunya akan kita simak ini. Beliau telah membuktikan diri menjadi salah satu wakil rakyat yang cukup kredibel dan punya integritas tinggi untuk mewakili aspirasi rakyat di daerahnya di dalam system legislatif pusat. Tidak heran jika beliau berhasil meraih simpati rakyat sehingga terpilih kembali sebagai senator pada pemilu 2009 yang lalu.
Yang menggembirakan bagi saya adalah bahwa beliau adalah salah satu putra asli daerah Kalimantan Barat atau Kalimantan pada umumnya. Artinya, secara biologis maupun sosiologis beliau bisa kita anggap sebagai perwakilan yang representative bagi kelompok-kelompok lokal yang ada. Ini tentu sinyal baik dalam demokrasi dimana akomodasi aspirasi tidak terdominasi oleh kelompok-kelompok tertentu tetapi tersebar dan mencakup semua kelompok yang ada. Dengan demikian, diharapkan pembuatan kebijakan nasional akan benar-benar mencerminkan aspirasi dari seluruh rakyat Indonesia.
Saya tentu sangat mengapresiasi peran social politik yang sedemikian banyak dari Ibu Maria Goreti. Saya juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi peran besar beliau di lembaga DPD RI di tengah berbagai keterbatasan yang ada. Beliau adalah termasuk orang pertama yang menghuni lembaga DPD RI dan mengikuti suka duka pembangunan lembaga ini hingga terus bertahan dan makin berperan dalam system ketatanegaraan Indonesia. Saya berharap beliau bisa terus berkarya demi bangsa Negara dan daerah baik di lembaga formal maupun non formal.